Mataram | NTB | Penasilet.com | Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS) menggelar Haering di Kanwil ATR/BPN Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait obyek tanah yang saat ini di kuasai oleh Sri Marjuni Gaeta di wilayah Samota, Kelurahan Brang Biji, Kabupaten Sumbawa. Dimana tanah tersebut diklaim oleh Ali BD. Ketua LSM FPPK-PS Abdul Hatab meminta kepada Kanwil BPN NTB untuk menghadirkan semua pihak yang terlibat dalam Satgas mafia tanah seperti Kanwil KumHAM NTB, Kejati NTB, Polda NTB dan pihak Kanwil BPN NTB sendiri. Menurutnya hal tersebut harus dibongkar bahwa ada persekongkolan jahat, konspirasi jahat oknum pejabat BPN Sumbawa dengan majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa serta pihak penggugat yakni Ali BD. Dimana BPN sendiri tidak mempertahankan produknya.
Abdul Hatab menyebutkan PBN Sumbawa sebagai biang kerok dalam permasalahan tersebut mestinya harus dihadirkan. Menurutnya di BPN Sumbawa ada oknum yang bermain, mafia tanah yang sangat dahsyat yang harus dibongkar. Hal tersebut Hatap sapaan akrabnya menanyakan kepada Kanwil BPN NTB, sejauh mana pengawasan atas tindakan yang di lakukan oleh oknum-oknum yang ada di tingkat Kabupaten, Selasa 26 November 2024.
Hatab juga meminta kepada Kanwil BPN NTB untuk di jadwalkan ulang Haering dengan menghadirkan semua pihak yang terlibat.
“Saya minta kepada Kanwil BPN NTB untuk Haering ini di agendakan ulang. bila tidak, mohon maaf ribuan massa akan saya kerahkan untuk mengepung kantor Kanwil BPN NTB ini,” ancam Hatab.
“Kenapa, ini harus kita buka hak orang di rampas. Kenapa BPN sendiri tidak mempertahankan haknya apa yang sudah menjadi suatu produknya. Ini ada konspirasi jahat semua pihak yang ingin merampas hak orang yang telah memiliki legal standing yang jelas,” ujar Hatab.
Dalam Haering tersebut Kanwil BPN NTB mewakili Kepala Kantor Wilayah BPN NTB yakni Ruri Kabag TU, Lalu Harisandi, Kepala bidang V Pengendalian penyelesaian sengketa, Catur Bowo Susbianto, Kepala bidang Survei pengukuran dan pemetaan, Winardi Koordinator penanganan sengketa dan konflik serta sejumlah staf.
Hatab mengatakan dihadapan para pejabat Kanwil BPN NTB bahwa, sertifikat 507 yang di pegang oleh Ali BD merupakan sertifikat yang sah. Dimana sertifikat tersebut merupakan produk yang dikeluarkan oleh pihak BPN Sumbawa. Namun, letak atau lokasi tanah yang di klaimnya bukan berada di wilayah atau obyek yang saat ini di kuasai oleh Sri Marjuni Gaeta. Karena, berdasarkan fakta-fakta yuridis sangat bertentangan dan batas-batasnya tidak sesuai.
“Kami tidak mengatakan SHM 507 tidak sah karena merupakan produk BPN itu sendiri, namun fakta-fakta yuridinya sangat bertebtngn dengan SHM yang di kuasai oleh Sri Marzuki Gaeta. Sertifikat yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta, barat berbatasan dengan laut dan utara berbatasan dengan tanah negara, sementara SHM 507 yang di kuasai oleh Ali BD, utara berbatasan dengan laut sedangkan barat berbatasan dengan tanah negara. Ini menunjukkan perbedaan yang sangat bertolak belakang,” ungkapnya.
Hatab menyebutkan legalitas standing yang dimiliki oleh Sri Marjuni Gaeta sudah sangat lengkap. Ada 7 sertifikat yang di kuasai oleh Sri Marjuni Gaeta yakni SHM 1180, 1181, 1184, 1188, 1949, 1178, 1179. Ketujuh sertikat tersebut telah dilakukan rekonstruksi pengembalian batas oleh pihak BPN Sumbawa tahun 2014. Saat itu juga pihaknya meminta kepada BPN Sumbawa melalui DPRD Sumbawa untuk melakukan rekonsiliasi pengembalian batas kedua-duanya yakni SHM yang dikuasai oleh Sri Marjuni dan SHM 507 yang diklaim oleh Ali BD berada di lokasi.
“Rekonstruksi ulang pun dilakukan, dan jelas SHM yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta menunjukan batas-batas yang sesuai apa yang tertera dalam sertifikat. Yakni barat berbatasan dengan laut dan udara berbatasan dengan tanah negara,” terang Hatab.
Bahkan Hatab juga berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN di Jakarta untuk memastikan SHM yang dikuasai oleh Sri Marjuni Gaeta tidak pernah bermasalah. Kementerian ATR/BPN RI pun mengeluarkan hasil pengecekan menunjukan yakni; tanah tersebut tidak sedang diagunkan, sertifikat ini tidak terdapat blokir, sertifikat ini tidak terdapat blokir inisiatif kementerian, sertifikat ini tidak terdapat sita dan sertifikat ini tidak terdapat sengketa/konflik/perkara. Namun di BPN Sumbawa tanah tersebut bermasalah bahkan terjadi overlapping.
“Ada apa dengan BPN Sumbawa, sudah jelas-jelas SHM yang di kuasai oleh Sri Marjuni di Kementerian BPN tidak ada masalah. Lebih anehnya lagi obyek tersebut dikatakan tumpang tindih (overlapping). Overlapping dengan tanah siapa? Sampai saat ini BPN Sumbawa tidak bisa membuktikan bahwa obyek tersebut overlapping dengan siapa. Ini merupakan pekerjaan oknum mafia tanah yang ada di BPN Sumbawa,” tegasnya.
Bahkan Hatab tidak segan-segan menyebutkan oknum yang bermain (mafia tanah) di BPN Sumbawa yakni H. Sahrul. Ia menyebutkan bahwa H. Sahrul merukan mafia tanah yang selama ini bermain di BPN Sumbawa dan telah banyak makan korban.
“H. Sahrul ini yang menjadi kaki tangan Ali BD di BPN Sumbawa untuk merampas hak orang lain, dan dugaan kami ada konspirasi dengan majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa” ungkap Hatab.
“Pada saat PS oleh Pengadilan Negeri Sumbawa, pihak BPN tidak mau hadir dan terkesan mengabaikan. Bahkan dalam perkara perdata tersebut pihak BPN Sumbawa sebagai tergugat tujuh. Seharusnya BPN Sumbawa hadir untuk mempertahankan produknya,” lanjutnya.
Disampaikan Hatab, H. Sahrul pernah menyampaikan bahwa telah melakukan rekonsiliasi pengembalian batas pada tahun 2012 dan ditemukan satu hamparan SHM 507 dari sengketa tanah Ali BD dengan Pengko Wijaya. Namun Hatab membantah pernyataan dari Sahrul.
“Tidak ada korelasinya pengembalian batas Pengko Wijaya dengan lokasi atau obyek yang dikuasai oleh Sri Marjuni. Dan lokasi SHM 507 tidak berada pada lokasi yang saat ini di kuasai oleh Sri Marjuni, itu jelas dan di buktikan dengan fakta hukum secara yuridis,” terang tegasnya.
Pengklaiman SHM 507 yang di lakukan rekonstruksi oleh Sahrul pada tahun 2012 dengan Pengko pada obyek yang di kuasai oleh Sri Marjuni sangat tidak mendasar. Harab saat itu meminta tunjukan Warkah atas SHM 507 yang disebutkan berada di lokasi obyek yg di kuasai oleh Sri Marjuni, namun Sahrul tidak bisa menujukkan.
“SHM 507 tidak memiliki warkah, hanya buku tanah,” tegas Hatab.
Sebelumnya Hatab juga telah melakukan audiensi dengan satgas mafia tanah di Kejagung RI yakni Bas Faomasi J. Laia, SH., MH. Dirinya meminta kepada satgas mafia tanah tanah untuk segera turun kelokasi dan mengecek langsung lokasi yang saat ini menjadi sengketa.
Salam audiensi tersebut Satgas mafia tanah Faomasi J. Laia, SH., MH, akan melakukan koordinasi dengan pihak Kejati NTB dan akan turun bersama bersama-sama untuk melakukan pengecekan dan memanggil semua pihak.
“Kita akan segera turun dalam waktu dekat dan berkoordinasi dengan pihak Kejati NTB,” ujar Faomasi J. Laia saat ditemui ketua LSM FPPK-PS di ruang kerjanya di jakarta.
Sementara itu saat Haering di Kanwil BPN NTB, pihak Kanwil BPN NTB tidak bisa menjawab apa yang di sampaikan oleh Abdul Hatab dan tidak bisa mengambil sikap. Kanwil Pihak BPN NTB hanya bisa memberikan jawaban normatif. Kabag TU Kanwil BPN NTB mengatakan pihaknya akan menampung semua aspirasi yang disampaikan oleh LSM FPPK-PS. pihaknya juga berterima kasih atas kehadiran darinpihak LSM FPPK-PS yang berkesempatan hadir dan melakukan Haering bersama Kanwil BPN NTB.
Sementara itu pada kesempatan yang sama Lalu Harisandi, Kepala bidang V Pengendalian penyelesaian sengketa mengatakan akan menjadwalkan ulang audiensi dengan LSM FPPK-PS dengan menghadirkan semua pihak. Namun Kanwil BPN NTB belum bisa memastikan waktunya kapan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Kalau saya belum bisa memutuskan kapan akan dilakukan audiensi ulang, karena kami harus berkoordinasi dan komunikasi dengan pihak-pihak yang akan hadir nanti,” ujar Lalu Harisandi.
Dirinya juga enggan berkomentar terlalu jauh terkait konflik yang terjadi pada obyek yang menjadi sengketa antara Ali BD dengan Sri Marjuni Gaeta.
Disinggung adanya mafia tanah di BPN Sumbawa, Lalu Harisandi tidak mau berspekulasi. Dirinya akan menelusuri apa yang di sampaikan oleh Abdul Hatab bahwa ada oknum mafia tanah di BPN Sumbawa.
“Kan masih dugaan, harus ada proses pengecekan dan pemeriksaan secara mendalam. BPN berkomitmen untuk memberantas mafia tanah dan bersinergi dengan satgas mafia tanah seperti Kepolisian, Kejaksaan. Intinya kami atensi maslaah ini,” tandas Lalu Harisandi.
Hatab menambahkan, sangat di sayangkan kepada Kepala BPN Sumbawa yang saat itu di jabat oleh Subhan melakukan pencoretan sertifikat atas nama Sri Marjuni Gaeta. Pencoretan sertifikat yang di lakukan Subhan saat itu tidak memiliki dasar yang kuat bahkan dilakukan secara ilegal.
“Ini benar-benar konspirasi jahat yang di lakukan oleh oknum pejabat BPN Sumbawa,” pungkas Hatab.
[ZQ]