JAKARTA,Penasilet.com – Kejaksaan Agung RI (Kejagung) menegaskan dalil-dalil permohonan yang diajukan tujuh tersangka korporasi perkara PT Duta Palma dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak berdasar. Majelis Hakim diminta untuk menolak sepenuhnya permohonan praperadilan tersebut.
“Jawaban yang dibacakan oleh pihak termohon Kejaksaan Agung, bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon dalam permohonannya adalah tidak berdasar,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar pada Jumat, (6/12/2024).
Dalam sidang praperadilan yang berlangsung hari ini, permohonan praperadilan diajukan tujuh tersangka korporasi termasuk Yayasan Darmex, Pemilik Duta Palma Group Surya Darmadi dan Riady Iskandar.
Dalam permohonannya, para Pemohon menyatakan tiga keberatan utama yaitu terkait penetapan tersangka, sahnya penyitaan, serta administrasi sesuai hukum.
Dalam hal penetapan tersangka, para Pemohon mempersoalkan legalitas penetapan tersangka dengan menyatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan tanpa didukung oleh dua alat bukti yang cukup.
Menurut Pemohon, penetapan Tersangka korporasi merupakan perbuatan melawan hukum dan proses penyidikannya bertentangan dengan asas Ne bis in idem.
Para Pemohon juga mengklaim nilai penyitaan melebihi kerugian negara dan dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga. Dalam hal administrasi sesuai hukum, para Pemohon mengklaim tindakan mereka telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Menjawab dalil pemohon, Kapuspenkum menegaskan, penyidik melakukan pengembangan kepada para pihak yang dapat pertanggungjawaban pidananya berdasarkan pertimbangan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, yang merupakan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan melalui PT Asset Pasific dan PT Darmex Plantations.
“Penyidik telah memperoleh setidaknya dua alat bukti yang cukup sebelum menetapkan para pemohon sebagai tersangka, termasuk keterangan dari tujuh saksi,” ungkap Harli.
Kejagung juga berpandangan subjek hukum antara perkara tindak pidana korupsi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan hal yang berbeda dengan subjek hukum yang sedangkan ditangani oleh penyidik.
“Bahwa subjek dalam perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang sedang ditangani merupakan subjek hukum korporasi,” jelas Kapuspenkum Kejagung.
Terkait langkah penyitaan, Kejagung melakukan tindakan tersebut berdasarkan penyelidikan terhadap aset yang berasal dari kejahatan, melalui PT Asset Pasific dan PT Darmex Plantations.
Lebih jauh Kejagung juga menilai alasan-alasan yang disampaikan pemohon dalam praperadilan telah masuk dalam pemeriksaan pokok perkara (aspek materiil), karena sifat pembuktiannya telah masuk pada subtansi pemeriksaan pokok perkara.
“Dalam persidangan, Kejagung menegaskan bahwa semua proses hukum telah sesuai ketentuan perundang-undangan, dan alasan-alasan yang diajukan pemohon tidak relevan karena telah memasuki ranah pokok perkara,” ujar Kapuspenkum.
Dengan jawaban yang disampaikan tersebut, Kejagung meminta majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan jawaban termohon sepenuhnya serta menyatakan Permohonan Praperadilan Register Perkara Nomor: 120/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel. tidak beralasan hukum.
Kejagung juga meminta majelis hakim PN Jakarta Selatan menolak permohonan Praperadilan pemohon sepenuhnya dan membebankan biaya perkara kepada para pemohon.
“Sidang ini menjadi langkah penting dalam mengupayakan keadilan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan,” kata Kapuspenkum.
Kejagung, lanjutnya, menegaskan komitmennya untuk terus menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap kasus yang melibatkan korporasi besar. “(Red)”.
Editor: Tamrin