JAKARTA,Penasilet.com – Sorotan tajam kembali diarahkan kepada institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), menyusul insiden yang dinilai sebagai bentuk nyata ketidakpatuhan hukum oleh aparat negara. Dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025), Polri dinilai melecehkan proses hukum dengan mengirimkan perwakilannya tanpa surat kuasa resmi dari Kapolri.
Sidang praperadilan tersebut diajukan oleh Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), mewakili warga Semarang yang menjadi korban penangkapan dan penahanan sewenang-wenang oleh Polres Blora (Tergugat III), dalam lingkup wilayah hukum Polda Jawa Tengah (Tergugat II), dengan Mabes Polri sebagai Tergugat I.
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyampaikan keprihatinannya atas sikap Polri yang dinilai tak menghormati mekanisme hukum yang berlaku. Menurutnya, kehadiran dua orang utusan Kapolri tanpa Surat Kuasa Khusus adalah bentuk pengabaian hukum yang tidak dapat ditoleransi.
“Keduanya datang tanpa membawa Surat Kuasa Khusus dari Kapolri sebagai tergugat. Hakim langsung menyatakan kehadiran mereka tidak sah dan memerintahkan agar Polri memperbaiki kesalahan ini pada sidang berikutnya. Memalukan!” tegas Wilson dalam keterangannya usai sidang di Ruang Dr. Mr. Kusumah Atmaja.
Lebih lanjut, ketika dikonfirmasi tim awak media, kedua utusan Polri berdalih hanya membawa Surat Perintah, bukan Surat Kuasa, yang jelas tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara. Bahkan mereka menyatakan bahwa penerbitan Surat Kuasa Khusus dari Kapolri bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan, sebuah alasan yang dinilai mengada-ada dan menunjukkan buruknya tata kelola internal institusi tersebut.
“Di era digital, Polri masih berkutat dengan pola birokrasi zaman batu. Sungguh terlalu!” kritik Wilson, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Dalam pernyataannya yang bernada keras, Wilson juga menyentil gaya hidup mewah dan kegiatan seremonial Polri yang dinilai tidak relevan dengan kebutuhan rakyat. Ia mengingatkan bahwa uang rakyat seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan hukum yang adil dan profesional, bukan untuk mempertontonkan kemewahan dan teknologi yang tidak menyentuh substansi tugas pokok kepolisian.
“Wahai Kapolri, rakyat butuh pelayanan hukum, bukan robot anjing. Jangan permainkan hukum, jangan nodai kepercayaan publik. Taatilah hukum agar hidup kalian mendapat berkah,” pungkas Wilson.
Kritik ini sekaligus membuka kembali perdebatan publik tentang profesionalisme aparat penegak hukum. Ketika institusi tertinggi seperti Polri menunjukkan sikap abai terhadap prosedur hukum, pertanyaannya kini: Siapa yang dapat dipercaya untuk menegakkan hukum di negeri ini?
Pertanyaan itu, menurut Wilson Lalengke, adalah cermin kekecewaan publik yang selama ini dipaksa membayar mahal hanya untuk menyaksikan para penegak hukum menjadi pelanggar hukum.
“Apakah bangsa ini harus terus-menerus menerima kenyataan bahwa hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara aparat kebal terhadap aturan?” tanyanya penuh ironi.
“(Tim/Red)”.
Editor: Tamrin