*Wali Kota Tangerang H. Sachrudin Tinjau Lokasi Rencana Pembangunan Sirkuit Motocross, Dispora Terlibat Kontroversi Pemagaran Lahan*

KOTA TANGERANG,Penasilet.com – Wali Kota Tangerang yang terhormat, H. Sachrudin, bersama Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Tangerang, melakukan peninjauan langsung ke lahan yang direncanakan menjadi lokasi pembangunan sarana olahraga motocross. Lokasi yang terletak di sekitar kawasan Bandara Soekarno-Hatta tersebut, menjadi bagian dari program strategis Dispora Kota Tangerang dalam pengembangan kapasitas saing olahraga daerah.

Dalam data yang diperoleh redaksi, pembangunan sarana motocross tersebut merupakan bagian dari proyek bertajuk “Pembangunan Sarana Motor Cross”, dengan nilai Surat Perintah Kerja (SPK) sebesar Rp1.411.712.000,-. Proyek ini dikerjakan oleh CV. Indo Contractor dengan masa pengerjaan 130 hari, dimulai sejak 13 Juli 2024. Proyek ini didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang tahun 2024.

Namun di balik ambisi proyek pengembangan olahraga tersebut, publik dikejutkan oleh kontroversi menyangkut pemagaran lahan yang dilakukan oleh Dispora. Lahan yang dipagari berlokasi di Jl. Perimeter Utara, Kelurahan Selapajang Jaya, Kecamatan Neglasari. Lahan tersebut diklaim oleh Dispora sebagai aset milik Pemerintah Kota Tangerang yang sudah bersertifikat, sebagaimana dijelaskan oleh Irman, staf ahli Dispora. Pernyataan tersebut diperkuat dengan bukti surat pengajuan pengukuran ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) oleh Pemkot melalui Sekretaris Daerah Bidang Adpemb, dengan Nomor: 005/8767 tertanggal 12 Agustus 2022.

Namun demikian, pihak ahli waris Merny Arif—yang mengklaim sebagai ahli waris sah dari almarhum Lie Pie Goan—mempermasalahkan pemagaran tersebut, karena hingga kini, proses hukum atas status tanah masih berlangsung di Unit Harda Polres Metro Kota Tangerang. Aksi pemagaran yang dilakukan oleh Kadispora dinilai sejumlah kalangan terlalu terburu-buru dan terkesan mengabaikan proses hukum yang belum tuntas.

*Fakta-Fakta Lahan Bermasalah*

Permasalahan lahan Lie Pie Goan terbagi menjadi dua bidang tanah yang sebelumnya juga masuk dalam pembebasan lahan untuk Runway Bandara Soekarno-Hatta:

1. *Bidang 43*
Uang ganti rugi lahan ini tercatat sekitar Rp10 juta. Lahan ini sempat diklaim oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris bernama M. Yusup, dengan menggunakan Girik C.978 atas nama Rasman yang kemudian dipaksakan menjadi atas nama M. Yusup. Namun, setelah dilakukan penyelidikan oleh Polres Tangerang, ditemukan bahwa tindakan tersebut mengandung unsur dugaan pemalsuan dokumen. Pada akhirnya, Lurah Yani—yang sempat mewakili pihak M. Yusup—mengajukan surat permohonan maaf kepada Polres dan meminta Restoratif Justice, menandakan pengakuan adanya pelanggaran hukum oleh pihak yang bersangkutan.

2. *Bidang 75*
Lahan ini tercatat memiliki nilai ganti rugi hingga Rp25 miliar (konsinyasi) dan kini tengah menjadi objek sengketa yang diklaim oleh Jamun dan kawan-kawan. Mereka diduga menggunakan dokumen girik palsu, dan kasusnya tengah bergulir di Polres Tangerang dalam proses pidana. Laporan atas tindakan tersebut telah resmi tercatat.

*Pengakuan Aktivis: JACKSANY Buka Suara*

Salah satu aktivis yang dikenal vokal dalam kasus ini, Jacksany, mengungkapkan bahwa dirinya telah menelusuri kasus tanah Lie Pie Goan sejak tahun 2019. Dalam keterangannya, ia mengatakan bahwa awalnya mendapatkan informasi dari pihak yang mengaku sebagai penggarap lahan dengan dokumen yang mencurigakan. Namun setelah mendalami berbagai dokumen dan peristiwa, Jacksany menyadari bahwa lahan tersebut memiliki hubungan kuat dengan keluarga Lie Pie Goan.

“Saya menyadari bahwa sesungguhnya lahan ini adalah milik Allah SWT. Saya panjatkan doa dan ternyata Allah pertemukan saya dengan ahli waris sah, yaitu saudari Merny Arif,” ujarnya penuh haru. Ia menegaskan bahwa upayanya selama ini adalah bentuk perlawanan terhadap mafia tanah dan oknum-oknum yang diduga melakukan kejahatan atas lahan tersebut.

*Gugatan Keluarga Ahmad Yani Ditolak, Merny Arif Belum Dipanggil*

Sementara itu, gugatan hukum yang sempat diajukan oleh pihak keluarga Ahmad Yani Selapajang telah ditolak oleh pengadilan. Namun ironisnya, hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemkot Tangerang belum juga memanggil Merny Arif, meskipun berbagai dokumen pendukung kepemilikan telah disampaikan secara resmi ke Pemerintah Kota Tangerang.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar dari berbagai pihak. Apakah Pemkot memang telah melakukan verifikasi menyeluruh terhadap status tanah yang disengketakan, atau justru melewatkan potensi pelanggaran hukum oleh oknum-oknum pengklaim fiktif?

*Panggilan untuk Keadilan*

Kasus ini menjadi cerminan betapa kompleks dan krusialnya persoalan agraria di kawasan urban seperti Kota Tangerang. Masyarakat dan aktivis menyerukan agar seluruh proses hukum berjalan transparan, tanpa intervensi pihak manapun, serta menuntut aparat penegak hukum untuk menindak tegas mafia tanah dan oknum pejabat yang menyalahgunakan wewenang.

“Semoga pondasi iman dan Islam tetap kokoh dalam pandangan Allah SWT. Dan masyarakat yang menuntut keadilan hukum harus tetap berdiri tegak di Republik Indonesia,” tutup Jacksany dalam pernyataan terakhirnya.”(Red)”.

Editor: Tamrin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!