KOTA TANGERANG,Penasilet.com – Di tengah gegap gempita modernisasi dan deru pembangunan, Kota Tangerang membuktikan bahwa sawah bukan sekadar jejak masa lalu. Ratusan warga, petani, dan pejabat daerah tumpah ruah di lahan pertanian Kelurahan Selapajang, Kecamatan Neglasari, untuk mengikuti panen raya padi serentak yang digelar secara nasional di 14 provinsi.
Kegiatan ini menjadi momen istimewa yang menghadirkan para tokoh penting daerah: Wali Kota Tangerang H. Sachrudin, Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho, Kapolres Bandara Soekarno-Hatta, Dandim 0506/Tangerang Letkol Inf Ary Sutrisno, Danramil, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Bulog, Camat Neglasari, para lurah se-Kecamatan Neglasari, Dinas Perhubungan, Kapolsek Neglasari, serta tokoh masyarakat dan para ketua RW.
Wali Kota Tangerang H. Sachrudin terlihat turun langsung ke sawah, bercengkerama hangat dengan petani, menyentuh bulir padi yang menguning, dan menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya mempertahankan lahan produktif di tengah kota.
“Selama ini mungkin banyak orang mengira sawah di kota tinggal kenangan. Tapi hari ini, Selapajang membuktikan bahwa semangat bertani masih hidup. Kota Tangerang bangga memiliki warga yang tetap setia menjaga pertanian,” ujar Sachrudin di tengah area panen yang dikelilingi tanaman padi siap panen.
Menurut Sachrudin, pertanian di tengah kota bukan hal mustahil, justru menjadi kekuatan unik yang harus dipertahankan.
“Kami pemerintah hadir bukan hanya memberi bantuan, tapi menjadi bagian dari perjuangan ini. Kota tidak boleh kehilangan napas hijaunya. Dan ini adalah wujud nyata bahwa pangan bisa mandiri, bahkan dari kota,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa program pemerintah ke depan akan makin memperkuat sektor ini, termasuk melalui modernisasi alat pertanian, pemberdayaan kelompok tani, dan pelibatan generasi muda. “Petani kota harus bangga. Jangan merasa kecil karena lahan sempit. Justru semangatnya harus besar,” lanjutnya.
Di sisi lain, Ahmad Ghojali, Ketua RW 03 Kelurahan Selapajang, tak bisa menyembunyikan kebanggaannya. Dengan suara bergetar ia menyampaikan bagaimana warga RW 03 selama ini menjaga sawah mereka dengan gotong royong dan penuh cinta.
“Kami ini bukan petani besar, tapi kami punya tekad besar. Lahan ini kami rawat turun-temurun. Dan hari ini, dengan hadirnya Pak Wali Kota dan pejabat lainnya, kami merasa dihargai,” kata Ghojali.
Ia juga menceritakan bahwa panen kali ini bukan sekadar kegiatan panen biasa, tapi simbol perlawanan terhadap pengikisan ruang hijau oleh beton dan aspal.
“Kami ingin anak-anak kami tahu bahwa tanah ini pernah menumbuhkan padi, bukan hanya bangunan. Kalau lahan ini bisa bertahan, semoga semangat kami juga,” tambahnya.
Ghojali berharap ke depan ada perhatian lebih dari pemerintah agar lahan-lahan pertanian yang tersisa di wilayah urban tidak terus tergerus. Ia juga meminta agar para pemuda dilibatkan dalam pelatihan pertanian, agar warisan ini tidak putus.
Panen raya di Selapajang ini bukan hanya menjadi penanda keberhasilan musim tanam, tetapi juga simbol bahwa di tengah perubahan zaman, nilai-nilai pertanian masih bisa hidup, asalkan ada semangat dan sinergi.
*Warga Selapajang, bersama pemerintah dan aparat, telah menunjukkan bahwa pertanian bukan sekadar pekerjaan, tapi bentuk perlawanan yang paling damai: menanam, merawat, dan memanen kehidupan.*”(Red)”.
Editor: Tamrin