JAKARTA,Penasilet.com – Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, melontarkan kritik tajam terhadap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait kebijakan potongan tarif ojek online (ojol) yang dinilainya tidak konsisten dan minim dasar pertimbangan yang kuat.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025), Adian menyoroti maraknya perubahan peraturan menteri (Permen) soal potongan tarif ojol. Ia mempertanyakan logika dan argumen kebijakan tersebut, bukan sekadar siapa yang menerbitkannya.
“Wibawa sebuah keputusan tidak lahir karena siapa yang membuatnya, tapi dasar-dasar pertimbangan apa yang membuat keputusan itu dilahirkan,” ujar Adian mengutip adagium filsafat hukum yang ia yakini sebagai landasan penting dalam merumuskan kebijakan publik.
Adian merinci, dalam kurun satu tahun terakhir, Kemenhub telah mengeluarkan empat Permen dengan angka potongan berbeda: dua kali 20 persen, satu kali 15 persen, dan kembali menjadi 20 persen. Paling terbaru, Permen 667 menetapkan potongan 15 persen, namun hanya dua bulan berselang, diganti dengan Permen 1001 yang menambahkan potongan 5 persen, menjadi total 20 persen.
“Saya mau tahu pertimbangan kementerian menetapkan 15 persen plus 5 persen. Kenapa bukan tetap 15 persen seperti di Permen sebelumnya?” tegasnya.
Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan itu membandingkan kebijakan potongan yang lebih rendah di daerah dan negara lain. Walikota Balikpapan, kata Adian, berani menetapkan potongan 15 persen. Sementara Gojek di Singapura hanya mengambil 10 persen dari mitranya.
Ia pun mengajak Kemenhub untuk terbuka dan siap mempertanggungjawabkan kebijakan tersebut di depan publik dan DPR.
“Ayo kita perdebatkan pertimbangannya di sini, buka datanya. Apa dasar Permen 1001 ditetapkan 15 persen plus 5 persen? Ini bukan soal kewenangan, ini soal logika publik,” tantangnya.
Sebagai penutup, Adian menekankan bahwa masyarakat berhak mengetahui alasan dan argumen di balik setiap kebijakan yang berdampak langsung terhadap jutaan pengemudi ojol di Indonesia.
“Yang perlu kita dengar bukan hanya siapa yang mengeluarkan aturan itu, tapi ini lho alasannya, ini datanya. Jangan sampai kebijakan hanya jadi formalitas tanpa logika,” pungkasnya.”(Red)”
Editor: Tamrin