Tradisi Baru Ketika Pembuat Kebijakan Mendapatkan Koreksi dari Masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan, Ahli, dan Pers: Ancaman dan Arogansi Pejabat di Negeri yang Berkembang

Penasilet.com – Bangsa Indonesia tengah berada di ambang kemajuan. Namun, di tengah geliat pembangunan dan reformasi, muncul sebuah “tradisi baru” yang mengkhawatirkan: reaksi pejabat publik terhadap kritik. Alih-alih menanggapi kritik dari masyarakat, organisasi kemasyarakatan (ormas), ahli, dan pers secara objektif dan konstruktif, banyak pejabat justru merespon dengan ancaman dan sikap arogan, seolah-olah bangsa ini adalah milik pribadi mereka.

Fenomena ini semakin menguat dalam beberapa tahun terakhir. Ketika kebijakan publik dipertanyakan, dibandingkan memberikan penjelasan yang rasional dan transparan, beberapa pejabat memilih jalur intimidasi. Ancaman hukum, serangan balik melalui media, dan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan sikap superioritas menjadi cara mereka untuk membungkam suara-suara kritis. Kata-kata yang dilontarkan seakan-akan menunjukkan pemahaman bahwa kepentingan pribadi dan kelompok lebih utama daripada kepentingan publik.

Sikap “uring-uringan” ini bukan hanya mencederai demokrasi, tetapi juga menghambat proses pembangunan yang berkelanjutan. Kritik merupakan bagian integral dari proses demokrasi yang sehat. Kritik yang konstruktif bertujuan untuk memperbaiki kebijakan dan menghindari kesalahan yang lebih besar di masa depan. Dengan mengamuk dan mengancam, pejabat publik justru menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk menerima masukan dan bertanggung jawab atas kebijakan yang mereka buat.

Sikap ini juga menunjukkan adanya kekurangan transparansi dan akuntabilitas dalam kepemerintahan. Keengganan untuk menjelaskan kebijakan secara jelas dan terbuka menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat. Hal ini akan memperlebar jurang kepercayaan antara pemerintah dan rakyat.

Untuk mengatasi “tradisi baru” ini, diperlukan upaya dari berbagai pihak:

Penguatan Lembaga Pengawas:

Lembaga pengawas seperti KPK dan ombudsman perlu diperkuat untuk menangani kasus-kasus pelanggaran etika dan penyalahgunaan kekuasaan.

Peningkatan Literasi Masyarakat:

Masyarakat perlu dibekali dengan literasi yang cukup untuk memahami isu-isu publik dan mengajukan kritik yang konstruktif.

Peran Media yang Bertanggung Jawab:

Media massa memiliki peran penting dalam mengawasi pemerintah dan menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Budaya Demokrasi yang Matang:

Penting untuk membangun budaya demokrasi yang matang, di mana kritik dianggap sebagai sesuatu yang positif dan konstruktif.

Jika “tradisi baru” ini dibiarkan berkembang, maka kemajuan bangsa akan terhambat. Kita harus bersama-sama memperjuangkan demokrasi yang sehat dan bertanggung jawab, di mana kritik dihargai dan dijadikan sebagai bahan untuk memperbaiki kebijakan publik demi kepentingan bangsa dan negara.

Oleh: Tamrin

Penulis adalah Jurnalis dan Pemerhati Sosial Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin

Terbitkan: Redaksi Penasilet.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!