Penasilet.com, Kota Tangerang – Sebuah kasus pertanahan mencuat di Kota Tangerang setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat menolak menunjukkan lokasi tanah Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) seluas 3.029 m² yang diduga cacat hukum. Warga menilai sikap tertutup ini menunjukkan adanya upaya perlindungan terhadap korporasi tertentu dalam sengketa lahan tersebut. Kamis, (13/2/2025).
Sertifikat Hak Guna Bangunan yang Dipersoalkan
Permasalahan ini bermula dari pelepasan hak atas tanah PSU yang sebelumnya berstatus Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 06945/Panunggangan Barat seluas 3.029 m² atas nama PT. Bina Sarana Mekar. Berdasarkan keterangan dari Dr. Dalu Agung Darmawan, M.Si, Inspektur Jenderal BPN, melalui suratnya No. B/PW.05.03/111-900/XII/2024 tertanggal 31 Desember 2024, disebutkan bahwa pada 14 November 2024, tanah tersebut telah dilepaskan haknya oleh Hendry Widjaja, Direktur PT. Bina Sarana Mekar, kepada Pemerintah Daerah Kota Tangerang untuk dijadikan sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasos fasum).
Namun, meskipun tanah ini sudah resmi diserahkan, warga Jl. Kavling Pemda Bawah RT.004/006, Panunggangan Barat, yang tinggal di dekat Proyek Perumahan Palem Semi milik PT. Bina Sarana Mekar, tidak pernah mengetahui lokasi pasti tanah yang dimaksud. Sejumlah warga, yang dipimpin oleh Usman Muhammad, pada Rabu, 12 Februari 2025, mendatangi kantor Walikota Tangerang untuk meminta kejelasan lokasi tanah tersebut.
Pemerintah Kota Tangerang dan BPN Saling Lempar Jawaban
Saat didesak untuk menunjukkan lokasi tanah PSU yang telah diterima dari PT. Bina Sarana Mekar, pejabat Pemkot Tangerang memberikan jawaban yang mengejutkan. Mereka menyatakan bahwa Pusat Pemerintahan (Puspem) Kota Tangerang belum menerima penyerahan tanah tersebut dan baru melakukan pengecekan lokasi.
Pejabat Pemkot Tangerang bahkan secara terbuka membantah keterangan resmi dari Kementerian ATR/BPN, dengan menyebut bahwa jawaban BPN keliru karena tanah tersebut belum diserahkan secara resmi kepada Pemkot Tangerang.
“Jawaban BPN itu keliru, baru cek lokasi dan belum ada penyerahan lahan PSU. Maka saya nyatakan jawaban dari Kementerian ATR/BPN jelas keliru,” ujar salah satu pejabat Pemkot Tangerang.
Warga kemudian meminta agar Pemkot Tangerang menunjukkan lokasi tanah 3.029 m² yang disebut masih dalam tahap pengecekan lokasi. Namun, permintaan tersebut tidak dipenuhi. Sikap ini menimbulkan dugaan kuat bahwa Pemkot Tangerang dan BPN Kota Tangerang sengaja menutupi lokasi tanah tersebut untuk melindungi kepentingan PT. Bina Sarana Mekar.
Keanehan Sertifikat: Satu Tanah, Empat Alamat
Kejanggalan lain yang terungkap dalam kasus ini adalah SHGB No. 06945/Panunggangan Barat ternyata memiliki empat alamat berbeda, yaitu:
1. Jalan Palem Merah Raya (koordinat Google Maps: -6.22029242, 106.60999828), yang merupakan bagian dari tanah HGU No. 1 PT. Perkebunan Karawaci Sejati.
2. Jalan Palem Semi Raya dan Jalan Palem Raja Selatan.
3. Kelurahan Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang.
4. Tanah negara yang berasal dari sebagian HGU No. 1/Karawaci, yang diperuntukkan sebagai prasarana dan sarana.
Dugaan cacat hukum pada sertifikat ini semakin memperkuat kecurigaan warga bahwa tanah yang seharusnya menjadi fasos fasum malah diduga disalahgunakan untuk kepentingan bisnis pengembang perumahan.
Desakan Pematokan Fisik dan Transparansi
Merasa hak mereka terabaikan, Usman Muhammad dan warga lainnya kini menuntut Inspektur Jenderal BPN, Dr. Dalu Agung Darmawan, M.Si, agar segera memerintahkan BPN Kota Tangerang untuk melakukan pematokan fisik tanah PSU seluas 3.029 m².
Dengan adanya pematokan fisik, warga berharap tanah tersebut benar-benar bisa digunakan sebagai fasilitas umum bagi seluruh masyarakat, bukan hanya dinikmati oleh segelintir pihak yang berkepentingan.
Kasus ini menjadi ujian transparansi dan akuntabilitas Pemkot Tangerang serta BPN Kota Tangerang dalam mengelola aset tanah untuk kepentingan publik.
Jika pemerintah tetap menutup-nutupi keberadaan tanah ini, bukan tidak mungkin kasus ini akan menjadi skandal besar yang mencoreng kredibilitas pemerintah daerah dan instansi pertanahan.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari Kementerian ATR/BPN untuk menyelesaikan persoalan ini dan memastikan bahwa hak atas tanah PSU tidak diselewengkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.”(Red)”.
(Ismail/Tamrin)