KABUPATEN TANGERANG,Penasilet.com – Kasus dugaan kredit fiktif di FIF Cabang Citra Raya, Cikupa, terus bergulir dan makin menjadi perhatian publik. Tidak hanya merugikan korban, Saefudin (31), warga Kronjo, Kabupaten Tangerang, kasus ini juga membuka tabir praktik keuangan gelap yang diduga terstruktur di tubuh perusahaan pembiayaan.
Kredit Fiktif Bermula 2019, Korban Baru Tahu 2024
Berdasarkan dokumen yang dihimpun, nama Saefudin pertama kali digunakan dalam pengajuan kredit pada 2019. Saat itu, sebuah kredit tanpa agunan (KTA) atas namanya dicairkan senilai Rp19,9 juta. Dalam catatan FIF, kredit tersebut macet dalam kurun 2019–2020, lalu bunganya terus menumpuk hingga mencapai Rp284 juta.
Ironisnya, Saefudin sama sekali tidak tahu bahwa dirinya telah menjadi korban kejahatan perbankan. Ia baru mengetahui pada tahun 2024 saat mengajukan pembelian kendaraan bermotor.
“Awalnya saya pikir hanya salah data. Tapi setelah dicek ke OJK, ternyata nama saya benar-benar masuk daftar hitam. Saya syok, bagaimana mungkin saya bisa punya utang ratusan juta tanpa pernah tanda tangan apa pun?” ujar Saefudin.
Buku Nikah Palsu Jadi Alat Pemalsuan
Lebih mengejutkan lagi, Saefudin mendapati dokumen pernikahan yang dipakai sebagai syarat kredit ternyata palsu. Ia disebut menikah dengan seorang perempuan bernama Mubayinah Putri.
“Nama itu tidak pernah ada dalam hidup saya. Istri saya hanya satu, Tuti Alawiyah. Buku nikah saya dipalsukan, bahkan nomor KTP Mubayinah juga tidak sah. Ini bukan hanya penipuan, tapi penghinaan terhadap kehidupan pribadi saya,” ungkap Saefudin dengan nada tinggi.
Kacab FIF Diduga Menghilang, Collection Head yang Turun Tangan
Kuasa hukum Saefudin, TB Rudy Elzahro, SH, MH, menyebut telah tiga kali melayangkan somasi resmi ke FIF. Namun, tidak ada respons memadai dari pihak perusahaan.
“Setiap kami mendatangi kantor cabang, Kepala Cabang FIF, Budianto, tidak pernah bisa ditemui. Yang selalu muncul hanya Cahyana, Collection Head. Ini jelas janggal. Bagaimana mungkin pimpinan cabang tidak mau memberikan klarifikasi terkait dugaan penipuan sebesar ini?” jelas Rudy.
Menurutnya, absennya Kacab dari tanggung jawab menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi.
“Kalau hanya kesalahan oknum kecil, mestinya cabang berani terbuka. Tapi kalau kepala cabang sampai menghilang, itu indikasi masalah ini jauh lebih besar dari yang terlihat,” tambahnya.
Polisi Dalami Peran Oknum Internal
Kasus ini telah resmi dilaporkan ke Polresta Kabupaten Tangerang dengan nomor LP/741/IX/YAN 2.4.1/2025/SPKT. Penyidik Satreskrim membenarkan laporan tersebut.
“Kami sudah menerima laporan sejak April 2025. Saat ini masih tahap penyelidikan. Kami akan memanggil pihak Disdukcapil untuk verifikasi dokumen kependudukan, serta meminta keterangan resmi dari pihak FIF. Kalau terbukti ada keterlibatan oknum internal, kasus ini akan naik ke penyidikan,” ujar penyidik, Dedy Ruswandi, SH.
Dedy menegaskan, kasus ini bisa menjerat pelaku dengan pasal pemalsuan dokumen hingga penipuan berlapis.
Nama Baik Korban Hancur, Hidup Jadi Terbatas
Bagi Saefudin, kasus ini bukan hanya soal angka di atas kertas. Sejak namanya tercoreng di OJK, ia mengalami penolakan di banyak aspek kehidupan.
“Mau kredit motor ditolak, mau beli rumah ditolak, bahkan pinjaman kecil di bank pun ditolak. Semua serba mentok karena nama saya masuk daftar hitam. Padahal saya tidak pernah merugikan siapa pun,” ujarnya.
Lebih jauh, Saefudin mengaku keluarganya ikut kena dampak. “Anak dan istri saya jadi ikut malu. Orang-orang sekitar mengira saya benar-benar punya utang. Saya sudah kehilangan kehormatan gara-gara ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.”
Kasus Bisa Jadi Pintu Masuk Pengungkapan Skandal Besar
Pakar hukum perbankan yang dimintai tanggapan menilai, kasus kredit fiktif ini bisa menjadi pintu masuk mengungkap kejahatan keuangan yang lebih besar.
“Jika benar ada pemalsuan dokumen, buku nikah palsu, dan identitas fiktif, itu artinya ada akses internal yang dimanfaatkan. Kasus seperti ini biasanya tidak dilakukan sendirian, melainkan melibatkan jaringan,” ujar seorang akademisi hukum keuangan yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan, kasus Saefudin bisa menjadi momentum bagi OJK dan aparat penegak hukum untuk memperketat pengawasan perusahaan leasing.
“Kalau ini dibiarkan, bukan hanya merugikan korban, tapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap industri pembiayaan di Indonesia,” tegasnya.
Publik Tunggu Keberanian FIF Buka Suara
Hingga kini, pihak FIF pusat maupun cabang Citra Raya belum memberikan pernyataan resmi kepada media. Publik menilai, diamnya perusahaan justru memperkuat dugaan adanya praktik curang yang dibiarkan.
Sementara korban dan kuasa hukumnya bertekad melanjutkan perjuangan hukum hingga tuntas. “Kami tidak akan berhenti. Bukan hanya soal uang, tapi soal harga diri, nama baik, dan masa depan generasi kami,” pungkas Saefudin.”(Red)”.
Editor: Tamrin














