BANDUNG,Penasilet.com – Proyek rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah di Kabupaten Bojonegoro yang semestinya menjadi harapan peningkatan kualitas pendidikan kini tersendat. PT. Syarif Maju Karya (SMK), selaku kontraktor pelaksana, menolak keputusan pemutusan kontrak yang dilakukan oleh Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Strategis Jawa Timur pada 7 Agustus 2025.
Melalui surat resmi bernomor 101/SMK/VIII/2025, PT. SMK menyatakan bahwa pemutusan kontrak sepihak melanggar asas hukum perjanjian serta prosedur administrasi yang berlaku.
Dana Rp17,8 Miliar Tidak Cair
Kuasa hukum PT. SMK, Adv. Martin & Adv. Herin, menjelaskan bahwa progres fisik proyek sebenarnya telah mencapai 67,44%, bahkan berdasarkan perhitungan tim engineer sudah menembus 75%. Namun, hingga Juli 2025, pembayaran lima termin dengan total senilai Rp17,8 miliar tidak kunjung dicairkan oleh PPK.
“Kami sudah melaksanakan pekerjaan sesuai kemampuan terbaik dan terdokumentasi dengan rapi. Tetapi, progres pembayaran tidak dilakukan. Padahal kontraktor bekerja berdasarkan perintah dan kebutuhan lapangan,” tegas Martin.
Hambatan di Lapangan
Selain masalah pencairan dana, kontraktor juga menghadapi sejumlah kendala eksternal. Di antaranya:
Permintaan resmi dari Dinas Pendidikan Bojonegoro untuk meninggikan elevasi bangunan akibat risiko banjir.
Sengketa lahan di salah satu lokasi sekolah yang menghambat proses pengerjaan.
“Kondisi ini masuk kategori force majeure, bukan kelalaian kami,” imbuh Herin.
Alasan Pemerintah Putuskan Kontrak
Berbeda dengan klaim kontraktor, surat pemutusan kontrak bernomor UM 0201/Gs19.1/315 menegaskan bahwa penyedia jasa dinilai gagal memenuhi target meskipun telah diberi tiga kali uji coba (Test Case) dan dua kali perpanjangan kesempatan (PK). Hingga batas waktu, progres pekerjaan hanya tercatat 65,81% dari target 100 persen.
Dengan dasar itu, PPK menilai pemutusan kontrak sah dan sesuai aturan demi kepastian penyelesaian proyek.
Ancaman Daftar Hitam
Tak hanya pemutusan kontrak, PT. SMK juga menghadapi ancaman sanksi berupa pencantuman dalam daftar hitam penyedia jasa konstruksi. Namun, perusahaan menolak langkah ini sebelum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
“Kami akan menempuh jalur hukum, termasuk kemungkinan menggugat ke PN Surabaya. Proses blacklist harus ditangguhkan dulu sampai pengadilan memutuskan,” tegas Martin.
Pendidikan Jadi Taruhan
Sengketa ini berimbas langsung pada masyarakat. Sejumlah sekolah yang sedang direnovasi kini terhenti pekerjaannya. Aktivis pendidikan di Bojonegoro mendesak pemerintah untuk segera mencari solusi.
“Kalau proyek mandek, yang jadi korban adalah anak-anak sekolah. Mereka butuh ruang belajar yang layak, bukan gedung terbengkalai,” kata salah satu tokoh pendidikan lokal.
Menunggu Jalur Hukum
Kini, nasib proyek pendidikan senilai miliaran rupiah ini berada di tangan pengadilan. Apakah pemutusan kontrak akan tetap sah secara administratif atau justru dibatalkan karena dinilai cacat prosedur, akan menjadi penentu langkah selanjutnya.
Sementara itu, masyarakat Bojonegoro hanya bisa berharap agar pembangunan fasilitas pendidikan tidak semakin terhambat dan kepentingan siswa tetap menjadi prioritas utama.(Tim/Red)”.
Editor: Tamrin














