JAYAPURA,Penasilet.com – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua resmi menetapkan empat Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pembangunan sarana dan prasarana Aerosport pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Tahun Anggaran 2021.
Penetapan tersangka dilakukan pada Rabu, 29 Oktober 2025. Keempat ASN tersebut masing-masing berinisial DM selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja), serta HW, RJW, dan M sebagai anggota Pokja. Mereka diduga kuat terlibat dalam praktik pengaturan tender dan penyalahgunaan kewenangan yang berujung pada kerugian negara miliaran rupiah.
Asisten Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse, menjelaskan bahwa keempat tersangka telah resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Papua selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
“Ini pertama kalinya Kejati Papua menetapkan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa sebagai tersangka karena ditemukan indikasi kuat adanya persekongkolan dalam memenangkan satu perusahaan tertentu,” ujar Nixon dalam keterangan persnya.
Modus Pengaturan Tender: Pemenang Tak Layak Menang
Dalam kasus ini, para tersangka diduga secara bersama-sama mengatur dan memenangkan PT KMP sebagai pemenang tender proyek pembangunan sarana dan prasarana Aerosport Mimika, meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Artinya, PT KMP tidak layak menjadi pelaksana proyek, namun tetap dimenangkan melalui rekayasa Pokja.
“Proses tender diskenariokan agar PT KMP keluar sebagai pemenang. Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat kelayakan,” tegas Nixon.
Proyek Rp79,13 Miliar, Volume Tak Sesuai Fakta Lapangan
Kepala Seksi Penyidikan Kejati Papua, Valeri Dedi Sawaki, menambahkan bahwa proyek yang dibiayai melalui APBD Kabupaten Mimika tersebut memiliki nilai kontrak sebesar Rp79,13 miliar dengan pekerjaan berupa penimbunan lahan seluas 222.477 meter kubik untuk fasilitas aerosport.
Namun setelah dilakukan pemeriksaan fisik di lapangan, ditemukan fakta mencengangkan — volume timbunan hanya mencapai 104.470 meter kubik.
Selisih volume yang tidak terwujud di lapangan ini menjadi salah satu dasar perhitungan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp31,3 miliar.
“Kerugian negara ini muncul akibat pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, termasuk pengawasan yang lemah dan keterlibatan pihak-pihak yang seharusnya mengawasi malah ikut bermain,” ungkap Valeri.
Satu Paket Panitia “Bersih-Bersih”
Valeri juga menegaskan bahwa kasus ini tidak berhenti pada Pokja saja. Kejati Papua sebelumnya juga telah menetapkan Kepala Dinas PUPR Mimika berinisial RM, serta KC dari PT Karya Mandiri Papua sebagai tersangka dalam perkara yang sama.
“Dalam kasus ini, kami memproses seluruh rantai pelaku, mulai dari penyedia, KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), konsultan perencana, konsultan pengawas, hingga Pokja pengadaan. Seluruh panitia proyek ini telah kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Valeri tegas.
Jerat Hukum Berat Menanti
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukumannya berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Kejati Papua Tegaskan Komitmen Bersih-Bersih Korupsi
Kasus ini menandai langkah tegas Kejati Papua dalam memutus rantai korupsi proyek pemerintah, terutama di sektor infrastruktur yang selama ini rawan manipulasi.
Penetapan Pokja sebagai tersangka menjadi sinyal kuat bahwa pengadaan barang dan jasa bukan lagi “zona aman” bagi mafia anggaran.
“Tidak ada lagi yang kebal hukum. ASN, pejabat, maupun kontraktor, jika terbukti bermain proyek dan merugikan negara, kami pastikan akan kami tindak,” tegas Nixon Mahuse menutup konferensi persnya. “(Red)”.
Editor: Tamrin
🟧 Catatan Redaksi:
Kasus ini membuka mata publik bahwa korupsi bukan hanya dilakukan oleh pelaksana proyek, namun bisa terjadi di tahap paling awal: pengadaan dan penentuan pemenang tender.
Transparansi dan integritas Pokja menjadi kunci utama mencegah penyalahgunaan APBD yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kemajuan masyarakat Papua.

 
							












