Januardi Manurung: Bukan “Polisi Masyarakat”, tapi Pelindas Rakyat, dalam Tragedi Pejompongan

JAKARTA,Penasilet.com – Tragedi tragis terjadi usai demonstrasi mahasiswa di depan Gedung MPR/DPR/DPD dibubarkan. Dalam bentrokan antara massa dan aparat, sebuah mobil taktis Brimob melindas Affan Kurniawan (30), seorang pengemudi ojek online (ojol), di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis malam (28/8/2025). Insiden ini memicu gelombang kecaman publik, baik di media massa maupun media sosial.

Aktivis Januardi Manurung mengutuk keras perbuatan oknum Brimob yang diduga sengaja melindas Affan. Menurutnya, insiden ini bukan hanya duka bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi ironi yang menampar institusi kepolisian yang mengusung slogan “Polisi Masyarakat”.

“Ini bukan kecelakaan biasa, bukan takdir yang jatuh dari langit, tapi ulah mesin negara yang seharusnya melindungi rakyat,” tegas Januardi saat menyampaikan kepada Media, Jum’at (29/8/2025), di Jakarta.

Januardi menggambarkan duka mendalam yang dialami Erlina, ibu Affan.

“Ibunya masih sulit dihibur, air matanya terus mengucur. Suatu bukti betapa sedihnya seorang ibu kehilangan putranya dan suatu ungkapan bahwa kasih sayang ibu yang tak bisa diukur dengan apa pun. Inilah sebuah fakta lanjutan tragedi paling tragis di negeri ini,” ujarnya.

Ia menyampaikan, dari sebuah rumah kontrakan sederhana, Erlina menjerit saat mendengar kabar putranya telah tiada.

“Suaranya menggema, bukan hanya di ruang sempit rumah duka itu, tapi juga di hati rakyat yang masih punya nurani,” tambahnya.

Affan Kurniawan, yang disebut sebagai tulang punggung keluarga, harus menantang panas dan hujan demi menghidupi tujuh anggota keluarganya. Ia pulang dalam keadaan terbujur kaku, dikawal ribuan ojol. Januardi menyoroti ketidakberdayaan Erlina meskipun para petinggi datang melayat.

“Tangis itu menjadi simbol, lebih jujur dari pidato Presiden, lebih keras dari sirine polisi, lebih tajam dari berita-berita yang dibungkus eufemisme. Tangis ibu adalah bahasa paling murni, dan ketika negara membuat seorang ibu menjerit seperti itu, maka sebenarnya negara sudah gagal,” tegasnya.

Meskipun Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah datang, memeluk, dan meminta maaf, Januardi mempertanyakan maknanya.

“Apa artinya pelukan itu bagi seorang ibu yang kini hanya bisa memeluk bantal kosong di malam hari? Apa artinya kata ‘usut tuntas’ ketika anaknya sudah dikubur di tanah Karet Bivak?” katanya.

Januardi menekankan bahwa peristiwa ini adalah tragedi paling nyata.

“Bukan hanya hilangnya nyawa Affan, tapi hancurnya hati seorang ibu. Maka jangan salahkan rakyat bila mereka turun ke jalan, bila mereka marah, bila mereka menyalakan api demo. Karena di balik setiap teriakan demo, ada jeritan seorang ibu yang kehilangan anaknya,” ungkapnya.

Untuk itu, Januardi Manurung meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Polisi Abdul Karim, untuk mengusut kasus ini secara transparan dan akuntabel.

Ia juga menuntut agar tujuh personel Brimob yang terlibat dipecat dan dibawa ke peradilan umum untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidana mereka.

“Peristiwa ini merupakan penodaan terhadap Demokrasi,” pungkasnya.

“(Tim/Red)”.

Editor: Tamrin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!