Sorotan Tajam Kasus Mafia Tanah Perkebunan di Muba: Ribuan Hektar Dikelola Secara Ilegal, Kerugian Negara Capai Puluhan Miliar

MUSI BANYUASIN,Penasilet.com – Kasus mafia tanah perkebunan di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) kembali menjadi sorotan tajam publik. Penyidikan yang telah berjalan sejak Januari 2024 kini terungkap melibatkan ribuan hektar lahan kebun di luar HGU yang dikelola secara ilegal oleh PT Guthrie Pecconinna Indonesia (GPI) bersama Koperasi Unit Desa (KUD). Parahnya, hingga kini proses penegakan hukumnya dinilai lamban, tak sebanding dengan besarnya kerugian negara dan penderitaan rakyat.

Sejak berdiri, pengelolaan lahan PT GPI seluas lebih dari 4.000 hektar diketahui tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Proses perizinan yang diklaim “masih dalam proses” berlangsung selama puluhan tahun tanpa kejelasan. Akibatnya, negara menderita kerugian denda dan pajak mencapai Rp79 miliar sesuai hasil temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tak hanya itu, ditemukan pemalsuan dokumen Surat Pengakuan Hak (SPH) dan surat jual beli tanah, di mana penerima plasma bukanlah pemilik sah, namun menerima hasil panen selama 13 tahun penuh, kuat dugaan masuk dalam praktik tindak pidana pencucian uang.

Ketua LSM LIPER-RI Muba sekaligus Komando Perjuangan Rakyat, Arianto, S.E., menyampaikan bahwa praktik mafia tanah ini melibatkan oknum pejabat kecamatan, kelurahan, dan pengurus KUD. Ia mengungkap adanya proposal dan pengeluaran dana sebesar Rp600 juta untuk penerbitan SPH atas nama kelompok masyarakat fiktif, yang diduga kuat dimanipulasi.

“Beberapa warga sudah diperiksa terkait jual beli lahan ini, tapi oknum camat, lurah, hingga pengurus KUD belum juga dipanggil untuk pemeriksaan lebih lanjut,” tegas Arianto dalam keterangannya secara tertulis kepada Redaksi Penasilet.com, Selasa (8/7/2025).

Berdasarkan pengukuran bersama BPN, Kejari Muba, dan Forkopimda, ditemukan bahwa 500 hektar lahan milik kelompok masyarakat Madani Adenas dikuasai secara ilegal oleh PT GPI dan KUD Muda Rasan Jaya. Padahal, lahan tersebut selama ini tidak dinikmati pemilik aslinya. Bahkan, konflik agraria ini telah merenggut 3 korban jiwa dan menyebabkan pemilik sah masuk penjara akibat kriminalisasi oleh pihak-pihak yang diduga kuat terkait dengan mafia tanah.

Penyidikan yang ditangani Kejaksaan Negeri Muba berdasarkan Nomor Agenda B-195/L.6.16/F.d.1101/2025 tertanggal 21 Januari 2025 serta surat tugas Kepala Kantor Pertanahan Muba Nomor: 30/16.06.TU.01/1/2025 tanggal 22 Januari 2025, telah memeriksa puluhan pihak: mulai dari perangkat desa, kecamatan, Dinas Perkebunan, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Namun, masyarakat menilai penyelesaian penyidikan dan penindakan terhadap kasus ini sangat lambat dibanding kasus korupsi lainnya, padahal kerugian negara dan penderitaan rakyat sangat nyata.

“Sudah tiga orang meninggal akibat konflik lahan ini dan banyak keluarga yang kehilangan hak hidupnya karena kebun mereka dikuasai mafia tanah. Ini harus segera dituntaskan!” tegas Arianto lagi.

Lebih lanjut, ia mendesak Kejaksaan Agung, Satgas Mafia Tanah, dan Kejaksaan Tinggi Sumsel untuk segera mengambil langkah hukum tegas. Pasalnya, berdasarkan Surat Jampidsus Kejagung tertanggal 18 Juni 2025, penanganan perkara telah dilimpahkan ke Kejati Sumsel dan berkas sudah disampaikan kembali.

Arianto juga menyerukan agar Pemkab Muba, Bupati H. Toha, Ketua DPRD Junaidi Gumai, dan Forkopimda tak tinggal diam. Ia menuntut komitmen nyata dari pemerintah daerah untuk berpihak pada rakyat, bukan pada korporasi dan oknum-oknum penjahat agraria.

“Jangan sampai rakyat Muba dizolimi terus-menerus. Sudah 13 tahun hasil kebun ini dinikmati oleh pihak yang bukan pemilik, sementara pemilik sah ditindas!” tegasnya.

Sebagai penutup, Arianto mengumumkan bahwa dalam waktu dekat, aksi unjuk rasa besar-besaran akan digelar oleh gabungan masyarakat, aktivis, dan lembaga sipil di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sumsel. Aksi ini sebagai bentuk dorongan dan dukungan penuh terhadap Kejaksaan dalam memberantas korupsi dan mafia tanah di Bumi Serasan Sekate.

“Kami hadir sebagai mitra Adhyaksa. Ini perjuangan rakyat yang tak boleh ditunda lagi,” pungkasnya.”(Red)”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!