Hukum Tanpa Hati di PN Karawang: Ibu Menyusui Ditahan, Bayinya Sakit Karena Tak Dapat ASI

KARAWANG,Penasilet.com – Langkah Pengadilan Negeri (PN) Karawang yang memerintahkan penahanan terhadap seorang ibu bernama Neni Nuraeni dalam perkara kredit macet mobil memantik gelombang keprihatinan publik. Keputusan ini dinilai tidak hanya kaku secara hukum, tetapi juga abai terhadap nilai-nilai kemanusiaan, mengingat Neni memiliki bayi yang masih membutuhkan ASI eksklusif.

Kasus bermula ketika Neni, atas permintaan suaminya, bersedia menjadi debitur resmi dalam perjanjian kredit mobil. Dalam itikad baik sebagai istri, ia membantu sang suami tanpa mengetahui bahwa mobil tersebut kemudian dipindahtangankan dan cicilannya dihentikan sepihak. Ketika kredit macet, tanggung jawab hukum justru sepenuhnya dibebankan kepada dirinya.

Ironisnya, pada tahap penyidikan hingga penuntutan, Neni tidak pernah ditahan. Namun, saat perkara memasuki masa persidangan, Majelis Hakim PN Karawang justru mengeluarkan perintah penahanan, membuat Neni mendadak harus berpisah dari bayinya yang masih menyusu.

Akibatnya, bayi Neni disebut tidak mendapatkan ASI selama satu malam dan terpaksa diberi susu formula, yang kemudian menimbulkan gangguan kesehatan.

Kuasa hukum Neni, Syarif Hidayat, S.H., menyampaikan keberatan keras kepada Majelis Hakim dalam persidangan pada Kamis (23/10/2025). Ia menilai langkah penahanan terhadap kliennya tidak proporsional dan mengabaikan hak dasar anak.

“Kami sudah mengajukan permohonan peralihan penahanan menjadi tahanan kota atau tahanan rumah. Ini bukan hanya soal hak hukum klien kami, tapi juga hak bayi untuk mendapatkan ASI dari ibunya,” tegas Syarif kepada awak media, Sabtu (25/10/2025).

Syarif menilai, dalam penegakan hukum, PN Karawang seharusnya tidak menutup mata terhadap aspek kemanusiaan.

“ASI adalah kebutuhan vital bagi bayi. Saat ini anak klien kami jatuh sakit karena dipaksa beralih ke susu formula. Kami berharap Majelis Hakim mempertimbangkan hal ini secara arif dan bijaksana,” ujarnya.

Publik kini menanti keputusan pengadilan atas permohonan peralihan jenis penahanan tersebut. Banyak kalangan menilai kasus ini sebagai potret paradoks hukum, ketika kepatuhan seorang istri terhadap suaminya justru berujung pada kriminalisasi, sementara hak anak dan kemanusiaan terpinggirkan di balik teks hukum yang kaku.

Kasus Neni Nuraeni menjadi cermin buram penegakan keadilan di Indonesia, bahwa hukum sejatinya bukan hanya tentang sanksi dan pasal, melainkan juga tentang nurani dan kemanusiaan.”(Red)”

Editor: Tamrin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!