BENGKULU,Penasilet.com – PT. Karya Sawitindo Mas (KSM), perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Desa Tanjung Alai Kecamatan Lubuk Pinang dan berbatasan dengan Desa Pauh Terenja Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, diduga hingga kini belum merealisasikan kewajibannya memberikan kebun plasma 20% kepada masyarakat setempat. Padahal, kewajiban tersebut telah diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 serta Undang-undang Cipta Kerja, yang mewajibkan perusahaan perkebunan menyediakan 20 persen dari total lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk masyarakat sekitar.
Dalam Pasal 58 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2014, ditegaskan bahwa “Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya dengan luasan tertentu wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan.” Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka sesuai Pasal 60 UU Perkebunan, perusahaan dapat dikenai sanksi administratif berupa: teguran tertulis, atau penghentian sementara kegiatan usaha, dan bisa juga pencabutan izin usaha.
Lebih lanjut, jika pelanggaran terbukti merugikan masyarakat, perusahaan juga dapat dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UU No. 39 Tahun 2014 yang menyebutkan: “Setiap pelaku usaha perkebunan yang dengan sengaja tidak memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Kepala Desa Pauh Terenja, Rodi Hartono, S.H., menegaskan sejak awal berdirinya PT. KSM hingga kini, belum ada kesepakatan maupun realisasi plasma bagi masyarakat desanya.
“Dari awal PT. KSM berdiri sampai saya menjabat sebagai kades, tidak pernah ada kesepakatan maupun pembangunan plasma 20 persen. Bahkan, pihak perusahaan tidak pernah mensosialisasikan kewajiban itu,” ujar Rodi, Selasa, 30 September 2025.
Hal senada disampaikan Ketua BPD Desa Pauh Terenja, Lirit, yang menyebut PT. KSM abai terhadap aturan.
“Sejak awal perusahaan berdiri, tidak ada sosialisasi soal plasma. Sampai hari ini pun tidak ada tindak lanjutnya. Harapan kami sederhana, perusahaan harus memenuhi kewajiban 20 persen plasma karena desa kami termasuk ring 1 PT. KSM,” tegasnya.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Iwan Cahaya, mengakui pihaknya belum menerima laporan resmi dari PT. KSM terkait plasma.
“Kami dari Dinas Pertanian masih menunggu konfirmasi dari pihak perusahaan, karena sampai sekarang belum ada pemberitahuan resmi terkait 20 persen plasma untuk masyarakat,” jelas Iwan sambil menambahkan bahwa pihaknya tetap melakukan monitoring dan evaluasi (monev) untuk memastikan perusahaan perkebunan di Mukomuko mematuhi aturan pemerintah.
Terkait persoalan ini, Camat XIV Koto, Singgih Promono, MH, yang baru dilantik, menegaskan pihak perusahaan tidak boleh mengabaikan kewajiban plasma.
“Kewajiban ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jika tidak dipatuhi, perusahaan bisa terkena sanksi, termasuk evaluasi perizinan,” ucap Singgih kepada wartawan, Selasa (30/9/2025).
Ia memastikan dalam waktu dekat pemerintah kabupaten akan mengevaluasi seluruh perizinan perkebunan di Mukomuko.
“Dengan evaluasi ini, perusahaan diharapkan lebih patuh aturan dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat,” tegasnya.
Kewajiban plasma 20 persen juga berulang kali ditegaskan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Ia menegaskan perusahaan perkebunan pemegang HGU yang tidak menyediakan plasma 20% akan ditindak tegas.
“Ketentuannya jelas, plasma merupakan bagian dari HGU. Kalau ada perusahaan yang enggak mau buat plasma, akan kami tegur. Kalau tetap tidak nurut, HGU-nya bisa kami cabut. Ini aturan, bukan tawar-menawar,” tegas Nusron, dikutip dari elaieis.co.
Sementara itu, alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, mengatakan bahwa aparat penegak hukum dapat masuk jika terbukti ada unsur kesengajaan.
“Jika perusahaan dengan sengaja tidak menyediakan plasma dan merugikan masyarakat, itu bukan lagi sekadar pelanggaran administratif. Pasal 107 UU Perkebunan jelas: ada ancaman pidana. Jaksa dan kepolisian harus berani menindak perusahaan nakal, jangan menunggu konflik horizontal terjadi,” jelas pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu.
Hingga kini, masyarakat Desa Pauh Terenja dan sekitarnya masih menunggu kepastian PT. KSM menjalankan kewajiban plasma 20 persen. Warga berharap pemerintah daerah bersama kementerian terkait benar-benar menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan, sehingga keberadaan perusahaan perkebunan sawit tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga memberi dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. (TIM/Red)