Memanipulasi Hasil Plasma Masyarakat, Bentuk Pengkhianatan terhadap Tuhan dan Konstitusi

Foto: Ilustrasi
Editorial
Oleh: Redaksi Penasilet.com
Senin, 27 Oktober 2025

Pengusaha Serakah, Negara Lalai: Memanipulasi Hasil Plasma Masyarakat Adalah Kejahatan terhadap Kemanusiaan!”

JAKARTA,Penasilet.com – Di tengah megahnya jargon “kemitraan adil” dalam industri perkebunan sawit, tersimpan kenyataan pahit: manipulasi hasil plasma masyarakat yang dilakukan oleh pihak-pihak serakah. Ini bukan sekadar praktik curang bisnis, ini pengkhianatan terhadap Tuhan dan konstitusi bangsa.

Sistem plasma, yang sejatinya dirancang untuk menjadi jembatan keadilan ekonomi antara perusahaan inti dan petani, kini justru berubah menjadi ladang eksploitasi. Dalam banyak kasus, laporan hasil panen dimanipulasi, angka produktivitas dipalsukan, dan keuntungan petani dipotong dengan dalih biaya operasional fiktif.

Akibatnya, masyarakat kecil yang seharusnya merasakan hasil haknya sendiri justru terjerat dalam lingkaran kemiskinan buatan.

Ini bukan sekadar pelanggaran moral, melainkan pengkhianatan terhadap amanat UUD 1945 Pasal 33, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Ketika perusahaan memperkaya diri dengan cara menindas plasma, maka itu berarti mereka menginjak konstitusi dan menistakan keadilan sosial.

Namun yang lebih mengerikan, ini juga pengkhianatan terhadap Tuhan. Menipu hak-hak petani peserta plasma, mencuri hak orang kecil, dan menghalalkan segala cara demi laba hanyalah bentuk keserakahan yang meniadakan nurani. Dalam setiap ajaran agama, menindas yang lemah adalah dosa besar. Maka, siapa pun yang memanipulasi hasil plasma, sejatinya sedang memperdagangkan moral dan menjual jiwanya demi keuntungan haram.

Dari aspek hukum, praktik seperti ini jelas dapat dijerat dengan Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan, serta melanggar UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 58 dan 60 yang mengatur tanggung jawab perusahaan terhadap mitra plasma. Artinya, tidak ada ruang bagi pembenaran, hukum dan moral sama-sama menuntut pertanggungjawaban.

Kini saatnya negara berhenti menjadi penonton. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus turun tangan secara konkret, melakukan audit independen, membuka transparansi hasil plasma, dan menindak tegas pelaku manipulasi.

Jika dibiarkan, negara bukan hanya gagal melindungi rakyat, tetapi turut menjadi fasilitator ketidakadilan.

Petani plasma bukan obyek ekonomi, mereka adalah subyek pembangunan.
Menipu hasil plasma bukan sekadar pelanggaran kontrak, tetapi pengkhianatan terhadap amanat rakyat, terhadap keadilan sosial, dan terhadap Tuhan.

Penulis: Redaksi Penasilet.com
Editor   : Tamrin

#Editorial
#Sorot
#Media

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!