Foto: Ilustrasi
Oleh: Tim Redaksi
JAKARTA,Penasilet.com – Sabtu, (4/10/2025) – Penegakan hukum di Indonesia terus menghadapi tantangan serius, salah satunya adalah inkonsistensi antara tiga pilar utama negara: Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Dalam sistem demokrasi yang sehat, ketiga lembaga ini seharusnya berjalan seimbang, saling mengawasi dan memperkuat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, masing-masing kerap berjalan sendiri, bahkan saling melemahkan.
Eksekutif, sebagai pelaksana undang-undang, seringkali abai dalam menindak pelanggaran hukum yang jelas-jelas terjadi di depan mata. Ada praktik pembiaran, diskriminasi penegakan hukum, hingga dugaan keterlibatan oknum dalam aktivitas ilegal. Penindakan lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dan kekuasaan, bukan prinsip keadilan.
Legislatif, yang bertugas membuat aturan, justru tak jarang menghasilkan produk hukum yang tumpang tindih atau sarat kepentingan elite. Proses legislasi pun kadang minim partisipasi publik dan transparansi, membuat rakyat kehilangan kepercayaan pada fungsi wakil rakyat.
Yudikatif, yang diharapkan menjadi benteng terakhir keadilan, pun tidak lepas dari sorotan. Putusan yang inkonsisten, penanganan perkara yang tidak transparan, serta dugaan suap dan intervensi politik menambah buruk citra lembaga peradilan.
Inkonsistensi ini menciptakan ruang abu-abu dalam pelaksanaan hukum, melemahkan supremasi hukum, dan memperkuat ketidakpercayaan publik. Akibatnya, hukum seolah tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Rakyat berhak bertanya: Untuk siapa hukum ditegakkan? Jika penegakan peraturan dan perundang-undangan masih bersifat selektif dan transaksional, maka keadilan hanya akan menjadi ilusi.
“Indonesia tidak kekurangan hukum, yang kurang adalah komitmen dan integritas dalam menjalankannya secara adil, konsisten, dan tanpa pandang bulu“.
Penulis: Tim Redaksi
Editor : Tamrin
#Editorial
#Sorot
#Media