Anggota DPRD dan Ketua LSM Angkat Bicara Soal Bisnis Kavling Liar

TANJUNGSARI BOGOR | penasilet.com, Maraknya usaha penjualan lahan Kavling liar di Kabupaten Bogor Bagian Timur, menjadi tantangan Pemerintah setempat. Hal itu disebabkan, belum adanya regulasi yang mengatur, guna memberi kenyamanan dan kepastian hukum antara hak dan kewajiban kepada pengusaha dan konsumen.

Padahal, usaha yang hanya bermodalkan atas hak berupa surat tanah pemilik itu, semakin ramai dan menjamur. Berimbas, sebagian pengusaha kavling liar berubah strata ekonominya menjadi lebih baik.

Akibat tidak adanya regulasi yang mengatur tersebut, beberapa lokasi dikelola dengan tangan besi, sedikit memaksa layaknya preman. Seperti lahan kavling yang sedang hangat dibicarakan sekarang, Kavling Nuansa Alam di Kampung Cimeong, RT 08 RW 04, Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor.

Kavling Nuansa Alam diduga dikelola seorang aparat penegak hukum (APH), meresahkan masyarakat sekitar. Pasalnya, kavling tersebut ditengarai belum mengantongi persetujuan lingkungan. Padahal merupakan syarat utama mengurus persyaratan berikutnya.

“Ya, belum ada persetujuan lingkungan, tapi kegiatan lapangan sudah dimulai. Saya selaku warga merasa keberatan atas kegiatan itu,” kata salah satu warga Cimeong, yang tidak mau disebutkan identitasnya kemarin di Tanjungsari. Kamis, 30/3/2023.

Dengan dimulainya kegiatan tanpa persetujuan lingkungan kata dia, usaha itu dapat dilabel bodong. “Kalau tidak ada tandatangan warga masyarakat sekitar, usaha itu sama saja bodong,” lanjut dia.

Sebelumnya, Anggota DPRD Kabupaten Bogor dalam satu pertemuan di kantor Kecamatan Tanjungsari beberapa waktu silam, berbicara lantang. Ia mengatakan perlunya dibuat aturan untuk melindungi pengusaha dan konsumen.

“Ya, harus ada payung hukum agar pengusaha kavling dan konsumen mendapat perlindungan hukum yang jelas. Kalau dibiarkan, kedepannya akan menimbulkan masalah,” kata Anggota Fraksi Gerindra, Beben Suhendar kala itu.

Terpisah, pemerhati Kabupaten Bogor Wilayah Timur, Romi Sikumbang menyoroti menjamurnya usaha kavling di wilayah itu. Menurutnya, banyak pengembang yang menawarkan tanah Kavlingnya. Tanpa pikir panjang pula, konsumen pun tertarik. Padahal, penawaran itu tak ubahnya jebakan.

“Regulasi yang tidak jelas, menimbulkan banyak masalah. Tapi dengan mudahnya, pengusaha menjual lahan kavlingnya kepada konsumen. Karena beberapa calon pembeli kavling tidak mengetahui permainan pengusaha, transaksi dapat berlanjut. Sangat jelas permainan demi terhindar dari aturan yang ada,” tegas Romi yang juga ketua LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara (PENJARA).

Lanjutnya, hal ini dimanfaatkan oleh pengusaha nakal yang menjual lahan Kavling tanpa memperhatikan ketentuan lingkungan. Pihak pemerintah pun terkesan mendukung upaya pengusaha kavling demi lancarnya menjual tanah Kavling dengan harga yang murah.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, para pengusaha beranggapan bahwa mereka memiliki tanah dan bebas menjual kepada orang lain apapun caranya, tanpa memperhatikan proses pendekatan kepada lingkungan.

“Menjual harga yang sangat murah hanya mendapatkan legalitas berupa Akta Jual Beli (AJB) saja dan tidak mendapatkan Sertifikat. Masyarakat tergoda dengan harga tanah yang murah karena kondisi saat ini harga tanah sangat mahal bahkan tidak masuk akal sama sekali,” tandasnya.

(red/Penasilet/is).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!